Korupsi

Posted by Diposting oleh inyoman indra ( hindu site ) On 11.45


Korupsi Itu Disebut “Maling Matimpuh”
Oleh: Drs. I Ketut Wiana, MAg



Api sakya gatir jnatum
Patatah khe patatrinam
Na tu pracchannabhavanam
Yuktanam caratan gatih

(Kutipan Athasastra)

Artinya: Lebih mudah mendapatkan jejak kaki burung terbang di angkasa daripada mengikuti gerak gerik para pegawai negara yang secara sembunyi-sembunyi mengkorupsi uang negara.

Dharma Wacana – Balipost, Minggu 13 Desember 2009.
Korupsi Itu Disebut “Maling Matimpuh”
Oleh: Drs. I Ketut Wiana, MAg

Api sakya gatir jnatum
Patatah khe patatrinam
Na tu pracchannabhavanam
Yuktanam caratan gatih

(Kutipan Athasastra)

Artinya: Lebih mudah mendapatkan jejak kaki burung terbang di angkasa daripada mengikuti gerak gerik para pegawai negara yang secara sembunyi-sembunyi mengkorupsi uang negara.


HARI Anti Korupsi Sedunia hendaknya dijadikan suatu momentum tahunan untuk menanamkan nilai-nilai spiritual ke dalam lubuk hati sanubari masyarakat luas untuk meningkatkan semangat menghilangkan niat dan kesempatan korupsi dalam semua lini kehidupan bermasyaakat dan bernegara.

Menghilangkan penyakit korupsi dalam masyarakat tentunya tidak mungkin hanya dengan demonstrasi, apalagi dengan cara-cara yang brutal menghujat kiri kanan. Démontrasi itu sebagai proses untuk mengingatkan dan membangun semangat antikorupsi. Demonstrasi mestinya sopan dan damai, namun penuh dmamika bersistem untuk menanamkan jiwa antikorupsi pada masyarakat di semua tingkatan. Demonstrasi barulah sebagai salah satu proses membangun semangat antikorupsi.

Pernyataan Arthasastra yang dikutip di awal tulisan mi menandakan bahwa korupsi di kalangan sejumlah oknum pegawai atau oknum pejabat memang sudah menjadi kebiasaan dari zaman dulu. Manajmen pengawasan yang bersifat ilmiah sudah banyak dilakukan di berbagai negara di dunia. Namun, korupsi selalu ada. Korupsi dapat memporakporandakan perekonomian. suatu negara. Bahkan dapat merembet ke berbagai nega-; ra sekitarnya dan dapat rner- embet ke aspek sosial .politik yang lebih serius.

Pada zaman Majapahit ada juga tindakan menyeleweng atau korupsi dari para pegawai atau para pejabat negara. Korupsi pada zaman Majapahit disebut “maling matimpuh”. Artinya, mencuri uang negara dengan cara yang sangat mudah sambil bersimpuh di kantor. Matimpuh adalah sejenis duduk santai, tidak perlu repot-repot. Sambil duduk santai, mengkorupsi uang negara yang notabene adalah uang rakyat.

Meskipun korupsi sudah menjadi kebiasaan yang sudah berumur sangat tua, namun semua pihak tidak boleh berhenti mengupayakan memberantas korupsi. Langkah-langkah manajemen pengawasan yang dilakukan di berbagai negara bukan tidak membawa hasil. Setidak-tidaknya, dapat mengurangi kuantitas dan kualitas tindakan korupsi.

Faktor Luar
Ada berapa kondisi yang memang menjadi pemicu kuat mendorong orang korupsi. Salah satunya, gaji pegawai yang sangat kecil yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum. Bahkan, kadang-kadang kebutuhan fisik minimum pun belum mampu terpenuhi. Sedangkan kebutuhan primer sangat mendesak Meskipun demikian, bukan berarti karena rendahnya gaji lalu korupsi dianggap sah dan wajar. Apalagi pada kenyataannya mereka yang korupsi adalah yang sudah mendapatkan penghasilan dari negara lebih dari cukup.

Yang terungkap melakukan tindakan korupsi adalah mereka yang punya kekuasaan. Mereka umumnya sudah hidup berkecukupan. Ada oknum yang pejabat Gubernur, Bupati atau pejabat tinggi di lembaga pemerintahan atau lembaga negara. Yang banyak merisaukan adalah masa depan anak-anak mereka yang tidak jelas.

Suatu hari saya ketemu dengan sepasang wisatawan dari Eropa yang sudah berumur cukup lanjut. Mereka datang ke berbagai negara untuk menghabiskan sisa tabungan hari tuanya untuk menikmati masa pensiunnya. Saya tanya, apa tidak sebaiknya tabungan itu diwariskan kepada anak cucunya. Dia menjawab bahwa anak cucunya sudah dijamin hidupnya oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka tidak perlu khawatir pada masa depan anak cucunya.

Nah, agaknya tidak terjaminnya kehidupan anak cucu mendapat pendidikan dan pekerjaan untuk hidupnya inilah sebagai salah satu penyebab orang terdorong untuk korupsi terutama bagi yang tidak kuat moral dan mentalnya. Setiap orang ingin tenang meninggalkan dunia ini dengan meyakini anak cucunya mendapatkan hidup yang layak dan wajar setelah ditinggalkan ke dunia rohani. Hal itu salah satu di antara banyak faktor pendorong korupsi dari unsur luar.

Faktor Dalam
Yang paling memegang peranan munculnya korupsi adalah faktor dalam seperti lemahnya pertahanan mental para koruptor. Ada banyak oknum pegawai atau pejabat swasta maupun pemerintah yang hidupnya mengejar jabatan untuk memperkaya diri dengan melanggar agama dan hukum. Banyak pihak yang memperjuangkan diri untuk menjadi pejabat meskipun tidak punya idealisme dan konsep untuk menjalankan jabatannya itu.

Sesungguhnya orang yang diberikan jabatan adalah orang yang punya idealisme dan konsep yang jelas untuk mensukseskan fungsi jabatannya tersebut. Umumnya, orang memiliki idealisme dan konsep yang jelas jarang mau menjilat ke atas untuk mengejar jabatan. Jarang yang mau menyembah atasan untuk mempromosikan dirinya. Mereka umumnya aktif bekerja untuk mewujudkan idealisme dan konsepnya itu. Jarang yang mengupayakan saluran untuk mendapatkan akses ke atas. Untuk membangun jalur agar mempunyai akses ke atas mereka umumnya rela menyogok ke sana sini.

Lika-liku seperti itulah yang sangat sulit dilacak. Semua rekayasa akan disahkan dengan aturan formal untuk menutupi segala kebobrokan. Merekalah yang dalam kearifan lokal Bali disebut pajeng tetaring. Artinya (dalam bahasa Bali) “ne ngijeng memaling” — mereka yang wajib untuk menjaga aset negara atau kekayaan masyarakatlah sesungguhnya yang wajib menjaga keamanan kekayaan rakyat, namun sebaliknya mereka itulah yang justru mencurinya.

Menghilangkan tradisi pajeng tetaring itulah yang wajib kita galang terus dalam memberantas korupsi. Di samping itu, cara memberantas korupsi dalam jangka panjang adalah dengan jalan membangun gaya hidup yang sederhana. Dengan kesederhanaan, kita mendapatkan rasa bahagia. Gaya hidup mewah mendorong orang melakukan tindakan korupsi

0 komentar

Posting Komentar